Kamis, 09 Februari 2017

BIKIN MERINDING : Ngeri-ngeri Sadap, Misteri Penguping Telepon SBY...



Isu sadap-menyadap mengemuka. Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono merasa ada yang menguping sambungan teleponnya. Soal siapa yang menguping percakapan SBY, itu masih menjadi misteri.

Awal mula isu ini berasal dari persidangan kasus dugaan penodaan agama, dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dalam persidangan yang digelar di Gedung Kementerian Pertanian pada 31 Januari lalu itu, pihak jaksa menghadirkan Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin. 

Sejak saat itu, kontroversi menjadi ke mana-mana. Awalnya yang dipermasalahkan publik adalah sikap Ahok yang tak sopan ke Ma'ruf. Kemudian barulah isu penyadapan dibahas serius, bahkan SBY menggelar jumpa pers. Pihak Kepresidenan dan penegak hukum ikut menanggapi kemudian.

Dalam persidangan itu, seolah-olah ada dugaan bahwa pembicaran telepon antara SBY dengan Ma'ruf Amin disadap. SBY, saat jumpa pers, mengungkapkan bahwa sahabatnya juga sempat tak mau menerima telepon darinya karena khawatir disadap orang. 


Awal Mula: Sidang Ahok

Saat itu, pengacara Ahok bernama Humphrey Djemat menanyakan kepada Ma'ruf soal ada atau tidaknya telepon dari SBY pada pukul 10.16 WIB. Tema perbincangannya diduga terkait pencalonan Agus Yudhoyono-Sylviana Murni di Pilgub DKI 2017. Ma'ruf menjawab, tak ada telepon semacam itu.

"Sudah ditanya berulang kali mengatakan tidak ada, untuk itu kami akan berikan buktinya," kata Humphrey menanggapi jawaban Ma'ruf.


Ahok ikut berbicara menanggapi Ma'ruf dalam persidangan itu. Karena bantahan soal telepon SBY, Ahok mengaku berencana melaporkan Ma'ruf ke polisi. "Saya berterima kasih Saudara ngotot di depan hakim meralat ini, mengaku tidak berbohong. Kami akan memproses secara hukum. Untuk bisa membuktikan bahwa kami punya data lengkap," kata Ahok saat itu.

Belakangan, Ahok mengklarifikasi bahwa dirinya tak bermaksud memproses hukum Ma'ruf. Ahok juga meminta maaf kepada Ma'ruf. Dia juga mengetahui adanya informasi soal komunikasi via telepon antara SBY dan Ma'ruf lewat situs berita daring


SBY Sampaikan Dugaan Bahwa Dirinya Disadap

Isu ini tambah 'ngeri' saja. SBY menggelar jumpa pers di Wisma Proklamasi, Jakarta, pada 1 Februari lalu. Dia menduga dirinya sendiri disadap, meski dirinya sendiri juga tak terlalu yakin bahwa dirinya disadap.

"Jadi, menurut saya, antara yakin dan tidak saya disadap," kata SBY pada acara itu.


Dia tak habis pikir ada orang yang meyadap dirinya. Sebagai Presiden ke-6, dia mendapat pengamanan dari Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Dia menuntut Jokowi beserta penegak hukum memberikan klarifikasi atas misteri sadap-menyadap ini.

"Kalau institusi negara, Polri, BIN, menurut saya, negara bertanggung jawab. Saya berharap berkenan Pak Presiden Jokowi menjelaskan dari mana transkrip penyadapan itu siapa yang bertanggung jawab. Kita hanya mencari kebenaran. Ini negara kita sendiri, bukan negara orang lain, bagus kalau kita bisa menyelesaikannya dengan baik, adil, dan bertanggung jawab, kata SBY.


Jokowi dan Penegak Hukum Menanggapi

Presiden Jokowi akhirnya menanggapi secara langsung isu penyadapan ini. Dia berpendapat bahwa isu itu adalah isu yang muncul di persidangan dan tak perlu dibawa-bawa sampai ke dirinya.

"Begini loh, saya hanya ingin menyampaikan yang kemarin ya. Itu kan isu pengadilan, dan yang bicara itu kan pengacaranya Pak Ahok dan Pak Ahok. Iya nggak? Iya kan," kata Jokowi di Jakarta Convention Center, Jl Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (2/2/2017).


Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga menanggapi. JK heran bagaimana pengacara Ahok bisa tahu sambungan telepon itu dilakukan pukul 10.16 WIB. Tapi JK menegaskan pemerintah tidak mengetahui soal penyadapan. Selebihnya, biarlah polisi yang mencari tahu.

"Memang sedikit mengejutkan juga statement atau pernyataan atau tuntutan penasihat hukumnya Ahok. Dia tahu bahwa Kiai Ma'ruf menelepon jam 10.16, pakai menit lagi kan, dan (tahu) isinya. Jadi dua lagi. Tentu ada keyakinan dan pengetahuan tentang telepon itu," ujar JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (3/2/2017).

Polri menyatakan pihaknya tak mungkin menyadap orang dengan serampangan. Bilapun harus dilakukan, penyadapan harus sesuai dengan Undang-undang. 

"Nggak ada (penyadapan). Polri mah nggak. Nggak boleh itu," kata Wakapolri Komjen Syafruddin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (2/2) kemarin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar